Orang Kristen adalah orang yang percaya bahwa Yesus adalah Anak Manusia dan diutus oleh Bapa untuk hidup bersama dengan manusia. Anak Manusia sendiri adalah istilah yang merujuk pada julukan kepada Sang Mesias (diksi Ibrani) atau Sang Kristus (diksi Yunani) yang keduanya sama-sama berarti Yang Diurapi, Juruselamat yang dijanjikan.Kehidupan Yesus sendiri direkam dengan baik pada empat Injil: Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes.
Pada wujud manusia-Nya, Yesus pun mengalami penderitaan. Setelah dibaptis oleh Yohanes Pembaptis pada usia-Nya yang kira-kira 30 tahun, Ia melakukan pelayananNya. PelayananNya yang luar biasa diminati banyak orang. Karena itu, Ia disalib dan mati. Tetapi pada hari yang ketiga, Ia bangkit dan menampakkan diriNya kepada para murid terlebih dahulu. Yesus mengingatkan para murid akan kebangkitanNya.
Setelah kebangkitanNya, murid-murid berjumpa dengan Yesus selama 40 hari. Sampai kemudian Ia naik ke sorga. Ia sekarang duduk di sebelah kanan Allah Bapa. Ia menerima kekuasaan dan kedaulatan tertinggi. Dia adalah Raja di atas segala raja dan Tuan atas segala Tuan.
10 hari setelah kenaikanNya, para murid mendapat pencurahan Roh Kudus. Peristiwa itu disebut Pentakosta. Ia menggenapi kesaksian Injil:
Aku membaptis kamu dengan air sebagai tanda pertobatan, tetapi Ia yang datang kemudian dari padaku lebih berkuasa dari padaku dan aku tidak layak melepaskan kasut-Nya. Ia akan membaptiskan kamu dengan Roh Kudus dan dengan api. (Matius 3:11)
Aku membaptis kamu dengan air, tetapi Ia akan membaptis kamu dengan Roh Kudus.” (Markus 1:8)
Yohanes menjawab dan berkata kepada semua orang itu: ”Aku membaptis kamu dengan air, tetapi Ia yang lebih berkuasa dari padaku akan datang dan membuka tali kasut-Nya pun aku tidak layak. Ia akan membaptis kamu dengan Roh Kudus dan dengan api. (Lukas 3:16)
Dimana, ketika saat Yohanes membaptis dengan air, Yesus membaptis dengan api dan Roh. Dari situlah Gereja Kristus berdiri. Sejak mengalami pemenuhan Roh Kudus, para murid mulai menyaksikan kisah Yesus mulai dari Yerusalem sampai ke Ujung Bumi. Mereka mengajarkan keselamatan dalam Kristus. Mereka juga melaksanakan Perjamuan Tuhan dan berdoa bersama (Kis. 2:42)
Gereja Berorganisasi
Orang-orang Kristen Yahudi waktu itu meniru cara berorganisasi dari sinagoge, rumah ibadah orang Yahudi. Sistem sinagoge ini dikembangkan oleh orang Yahudi pada masa pembuangan di Babilonia, karena mereka tidak bisa beribadah di Bait Suci di Yerusalem.
Mereka membentuk jemaat terlebih dahulu. Lalu mereka memilih pemimpin bagi jemaat mereka masing-masing. Tugas para pemimpin (disebut juga tua-tua/penatua/penilik) ini adalah memberitakan dan mengajar Firman Allah serta mengawasi kehidupan rohani anggotanya. Mereka juga menjaga ajaran dari penyesatan yang dilakukan oleh guru-guru palsu. Kemudian juga dipilih para diakon untuk menolong tugas para tua-tua. Persyaratan penatua dan diakon ini tergambar jelas pada 1 Timotius 3. Gereja mula-mula bersifat sederhana dan lokal, tidak ada tingkat klasikal, nasional, bahkan internasional.
Kurang dari 20 tahun, Gereja mengalami perkembangan pesat. Seperti yang dilakukan oleh Paulus dan Barnabas, mereka diutus untuk ke Anthiokia, Roma, dan daerah-daerah barat. Ada pula yang diutus ke wilayah Timur, seperti India. Perkembangan gereja menembus batas-batas wilayah dan semakin besar. Hingga tahun 180-an Gereja sudah menembus batas Dunia Barat. Gereja sampai di wilayah Spanyol dan pantai utara Afrika.
Musuh-musuh dari Luar Gereja
Semakin besar gereja, semakin besar tantangannya. Gereja yang masih muda mengalami penganiayaan besar-besaran. Mulanya, Kristen dibiarkan saja karena dianggap bagian dari Yudaisme (agama orang-orang Yahudi) dan Yudaisme dianggap agama yang sah orang Romawi. Tetapi semakin besar pengikut Yesus, fitnah mulai berdatangan. Pengikut Kristus dituduh melakukan perbuatan tercela, memiliki kebiasaan-kebiasaan jahat, bahkan juga dianggap sebagai sebagai kanibal karena diisukan makan daging dan minum darah manusia (kesalahpahaman makna Perjamuan Kudus).
Pengikut Kristus sangat menderita. Dimulai dari rezim Kaisar Nero (54-68 M) orang Kristen terus dianiaya. Sampai kemudian di era Konstantinus (280-337), Romawi mulai memihak orang Kristen secara terbuka. Dia mengakhiri penganiayaan kepada orang Kristen dan membuat undang-undang baru yang menguntungkan gereja. Undang-undang itu berbunyi gereja dilindungi oleh negara, dan pemimpinnya digaji oleh negara. Disitulah Kristen yang mulanya agama “jalanan” mulai menjadi agama “istana”.
Kesukaran dari Dalam Gereja
Saat gereja menjadi kelompok minoritas yang teraniaya, pengajaran gereja relatif masih murni. Tetapi, saat gereja memasuki istana dan menegaskan hierarkinya, sifat persaudaraan gereja mulai luntur. Para pemimpin mulai saling merebut posisi tertinggi. Perebutan posisi tertinggi yang cukup gamblang adalah perebutan antara uskup Roma dan uskup Konstantinopel. Keadaan damai tidak bisa diwujudkan. Akhirnya, pada tahun 1054, Gereja Roma di Barat (Katolik) dan Gereja Konstantinopel di Timur (Ortodoks) pecah.
Salah satu faktor yang membuat perpecahan adalah perkembangan sakramentalisme di Perjanjian Baru. Sakramentalisme adalah suatu pandangan yang menganggap upacara-upacara keagamaan di Perjanjian Baru memiliki nilai magis. Perkembangan sakramentalisme merusakkan hakikat iman yang diajarkan Perjanjian Baru. Sakramen dianggap memiliki kuasa besar dibandingkan praktik iman yang lain. Sederhananya, siapa yang makan roti dan minum anggur dianggap lebih rohani, tanpa memperhatikan perbuatan mereka sehari-hari.
Keadaan ini dibarengi dengan keterlibatan negara di dalam institusi gereja. Salah satu yang cukup jelas adalah orang Kristen mulai mengangkat pedang untuk perang. Jelas, ketika kita bicara negara pada zaman dulu, negara terus melakukan perebutan wilayah. Jemaat Kristen yang mulai-mulai hidup dalam persaudaran, generasi kedua dan ketiga setelahnya harus mengikuti negara mengangkat pedang untuk merebut wilayah.
Kekristenan mulai kehilangan daya hidup. Upacara-upacara gerejawi dianggap jauh lebih penting daripada laku hidup. Pemimpin agama bahkan, mulai berpikir untuk menyaingi raja-raja. Keadaan saling berebut mulai mewarnai kehidupan bergereja demi mencari siapa yang sesungguhnya menjadi kepala gereja yang benar.
Pada abad ke-7 Islam mulai berkembang pesat. Celakanya lagi, demi mempertahankan kekristenan, gereja menggunakan pedang untuk mempertahankan wilayahnya. Kehidupan iman gereja merosot ke titik yang rendah. Gereja membutuhkan pembaruan.
Catatan:
Tulisan ini adalah rangkuman dari buku yang berjudul “How Mennonites Came To Be” karya J.C. Winger yang kemudian ditulis ulang oleh Charles Christano dengan editor Paul Gunawan. Pada bagian ini, akan dibahas terlebih dulu Bab I. yang berjudul Berakar di Dalam Iman Alkitabiah.
Comments